Pagi itu kita
sama-sama berangkat sekolah dengan sejuta harapan. Aku berharap agar ujian
prakterkku hari ini lulus dengan mulus, dan kamu berharap agar ujianmu lulus
lolos. Pagi itu aku juga mengirim pesan padamu jangan lupa berdoa untuk
kelulusanmu, dan kamu juga berpesan padaku untuk hal serupa. Kita merapal doa
untuk aku, kamu, kita.
Siang itu
senyummu lebar sekali. Aku yang masih belum bisa tersenyum sepertimu karena
ujianku belum selesai, setidaknya bisa sedikit lega akan kabar bahagiamu.
Selamat, lulus, dan nilaimu dapat membuat orang tuamu tersenyum. Dari sini, aku
melihatmu mencorat-coret seragam putih abu-abu. Rambut hitammu berubah menjadi
warna-warni pewarna yang disemprotkan temanmu. Sekilas kita bertatap mata,
saling bertelepati mengabarkan berita. Melempar senyum. Dan semuanya kembali
seperti semua. Seolah tidak terjadi apa-apa dan kembali menutupinya. Aku bisa
menangkap telepati itu. Kamu berpesan untuk menemuimu di tempat seperti biasa.
Sore itu
setelah ujianku selesai, aku berpamitan dengan teman-temanku dan pergi menuju
tempat kita menawarkan rasa rindu. Seperti biasa, kita terduduk di meja nomor
tujuh, dengan sofa berwarna biru dan meja abu-abu. Kamu memulai percakapan sore
itu,
“Gimana, ujian
kamu?”
“Gagal. Satu
kelas mengulang. Lusa. Tapi aku tidak bisa hadir”
“Lalu?
Sabarkan dirimu, beliau memang seperti itu”
“Biarkan saja.
Selamat ya” ucapku dengan nada bergetar. Kamu menatap kaca-kaca yang terlukis
jelas di mataku.
“Bibirnya
jangan digigit. Nanti berdarah” ucapmu lembut, menyunggingkan senyum.
“Tanda tangani
bajuku, di bagian sini. Sedari tadi aku tempeli selotip besar, aku menyisakan
ruang tanda tanganmu” lanjutmu melepas selotip bening yang sudah ternodai oleh
warna-warni pewarna yang berada tepat di atas saku berlambang OSIS-mu. Tak lupa
kamu menyodorkan spidol biru.
“Sudah” ucapku
meremas rok seragamku.
“Kamu sudah
jadi bagian dari seragamku haha” namun aku diam tak menanggapi kalimatmu kali
ini. Kamu tahu.
“Strenght does
matter. Not with distance” ucapmu seraya membaca pikiranku.
“UHUK!” suara
segerombolan siswa-siswi angkatanmu terdengar jelas. Nampaknya kamu memang
sengaja memunculkan mereka. Sudah bosan dengan bersembunyikah kamu?
Maukah kamu menjaga agar semua ini tetap
rahasia?
Tentu
Bisa membungkam temanmu?
Bisa, untuk kamu.
Setidaknya itu
yang ku baca dari sinar matamu. Selamat, semoga sampai tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar