Selasa, 11 Juni 2013

Bukan yang Terakhir, Semoga


Pagi itu kita sama-sama berangkat sekolah dengan sejuta harapan. Aku berharap agar ujian prakterkku hari ini lulus dengan mulus, dan kamu berharap agar ujianmu lulus lolos. Pagi itu aku juga mengirim pesan padamu jangan lupa berdoa untuk kelulusanmu, dan kamu juga berpesan padaku untuk hal serupa. Kita merapal doa untuk aku, kamu, kita.
Siang itu senyummu lebar sekali. Aku yang masih belum bisa tersenyum sepertimu karena ujianku belum selesai, setidaknya bisa sedikit lega akan kabar bahagiamu. Selamat, lulus, dan nilaimu dapat membuat orang tuamu tersenyum. Dari sini, aku melihatmu mencorat-coret seragam putih abu-abu. Rambut hitammu berubah menjadi warna-warni pewarna yang disemprotkan temanmu. Sekilas kita bertatap mata, saling bertelepati mengabarkan berita. Melempar senyum. Dan semuanya kembali seperti semua. Seolah tidak terjadi apa-apa dan kembali menutupinya. Aku bisa menangkap telepati itu. Kamu berpesan untuk menemuimu di tempat seperti biasa.
Sore itu setelah ujianku selesai, aku berpamitan dengan teman-temanku dan pergi menuju tempat kita menawarkan rasa rindu. Seperti biasa, kita terduduk di meja nomor tujuh, dengan sofa berwarna biru dan meja abu-abu. Kamu memulai percakapan sore itu,
“Gimana, ujian kamu?”
“Gagal. Satu kelas mengulang. Lusa. Tapi aku tidak bisa hadir”
“Lalu? Sabarkan dirimu, beliau memang seperti itu”
“Biarkan saja. Selamat ya” ucapku dengan nada bergetar. Kamu menatap kaca-kaca yang terlukis jelas di mataku.
“Bibirnya jangan digigit. Nanti berdarah” ucapmu lembut, menyunggingkan senyum.
“Tanda tangani bajuku, di bagian sini. Sedari tadi aku tempeli selotip besar, aku menyisakan ruang tanda tanganmu” lanjutmu melepas selotip bening yang sudah ternodai oleh warna-warni pewarna yang berada tepat di atas saku berlambang OSIS-mu. Tak lupa kamu menyodorkan spidol biru.
“Sudah” ucapku meremas rok seragamku.
“Kamu sudah jadi bagian dari seragamku haha” namun aku diam tak menanggapi kalimatmu kali ini. Kamu tahu.
“Strenght does matter. Not with distance” ucapmu seraya membaca pikiranku.
“UHUK!” suara segerombolan siswa-siswi angkatanmu terdengar jelas. Nampaknya kamu memang sengaja memunculkan mereka. Sudah bosan dengan bersembunyikah kamu?
Maukah kamu menjaga agar semua ini tetap rahasia?
Tentu
Bisa membungkam temanmu?
Bisa, untuk kamu.
Setidaknya itu yang ku baca dari sinar matamu. Selamat, semoga sampai tujuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers